Mahasiswa Pascasarjana Univeristas Syekh Ahmad Kufatro, Damaskus, Suriah
Masalah kemanusiaan bukanlah suatu yang dipertanyakan dalam Islam. Yang dikritik oleh ulama Islam selama ini adalah humanisme sebagai sebuah aliran pemikiran.
Humanisme adalah dimana prinsipnya menjadikan manusia sebagai sentral kehidupan. Karena untuk tetap menjadi manusia, maka manusia harus dipelajari sebagai manusia. Agar mencapai kebahagiaan, jadi nilai-nilai kemanusiaan itu harus menjadikan manusia sebagai sentral kehidupan manusia saat dia menjalani kehidupan. Dan yang paling mengerti tentang manusia adalah manusia itu sendiri. Jadi nilai kemanusiaan harus dari manusia itu sendiri, dan untuk mengetahui jati dirinya yang sebenarnya hanya jika dia bebas. Makanya prinsip kebebasan sangat dijunjung tinggi dalam paham humanisme.
Sedangkan kemanusiaan dalam Islam berbeda. Islam memandang manusia dengan sudut pandang pandang hakikat keberadaannya. Jadi, selain eksistensi manusia diantara manusia, lalu posisi keberadaanya manusia diantara seluruh alam semesta. Lalu juga soal posisi keberadaannya diantara semua yang "ada", baik semesta atau tidak. Pada akhirnya manusia melihat keberadaan dirinya berdasarkan hakikat keberadaannya, dan yang mengetahui hakikat keberadaannya itu adalah yang membuatnya "ada" yang dikenal melalui akal.
Dengan akal juga dia mengetahui bahwa yang membuatnya "ada" telah mengutus pembawa pesan untuk memberi tahu tujuan keberadaannya dengan mukjizat sebagai bukti, setelah itu mereka kemudian baru mengetahui tentang nilai kemanusiaan yang hakiki.
Makanya yang ditekankan dalam Islam saat berbicara tentang nilai kemanusiaan adalah hakikat keberadaannya sebagai makhluq diantara seluruh alam semesta, penjelasan dari Rasul yang merupakan manusia sempurna tentang hakikat manusia, dan posisi manusia dengan yang menciptakannya atau yang membuatnya ada.
Karena nilai kemanusiaan yang didapatkan Islam juga berasal dari akal berdasarkan klaim mereka, makanya mereka tidak menerima nilai kemanusiaan yang dibawa oleh kelompok humanisme jika bertentangan dengan nilai keislaman, karena Islam juga mengklaim bahwa mereka mencapai pemahaman tentang nilai kemanusiaan juga dengan akal.
Maka wajar hari ini saat kelompok humanisme berlagak seolah satu-satunya kelompok yang memakai akal dalam memahami kemanusiaan, Islam dibarisan terdepan menolak. Terutama saat ada nilai-nilai yang bertentangan (dan tidak selalu bertentangan).
Karena yang pakai akal bukan elu doank, jadi jangan paksakan nilai yang kalian bawa pada kami. Tapi karena salah satunya (diantara dua nilai tentang kemanusiaan) harus diterapkan, makanya perang pemikiran tentang nilai ini terus berlanjut. Dan seharusnya karena masing-masing mengklaim sama-sama pakai akal, maka akal lah yang menjadi hakim, melalui ilmu akal atau ilmu logika atau ilmu mantiq.
Karena ilmu mantiq ini tidak kenal muslim atau non-muslim, tidak kenal filsafat atau agama, kalau benar ya langsung dikatakan shadiq, kalau tidak akan dikatakan kadzib atau jahil. Jadi siapa yang mau masuk dalam ilmu pemikiran, menguasai mantiq adalah suatu hal yang wajib.
Nah, dari situ kita pahami bahwa Islam sama sekali tidak menolak nilai kemanusiaan, tapi memepertanyakan apakah nilai yang dibawa kelompok humanie itu beneran nilai kemanusiaan secara hukum logika, atau itu hanya klaim? Maka kita letakan diatas mizan atau timbangan hukum logika, itu jika mereka menerima hukum logika sebagai timbangan. Jika ada yang menolak hukum logika, maka klaim memakai akal saat berbicara tentang kemanusiaan perlu dipertanyakan. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar