Langsung ke konten utama

Kehendak dan Kebahagiaan

Oleh: Jabal Ali Husin Sab Bagi Arthur Schopenhauer, kehendak buta dan ketidaksadaran yang menentukan manusia, dunia dan sejarahnya. Baginya, akal budi manusia dikuasai oleh kehendak. Kehendak ibarat orang kuat yang buta mengangkat orang lumpuh yang dapat melihat. Manusia, dunia dan sejarah digerakkan oleh kehendak buta yang irasional tersebut. Kehendak yang tanpa alasan logis.kehendak irasional yang tak dapat benar-benar dipahami. Hidup manusia mengalami penderitaan karena kehendak yang menuntut untuk dipuaskan tak kunjung mendapat apa yang ia inginkan. Dan kehendak tidak punya tujuan akhir, ia senantiasa menghendaki. Akibatnya selalu ada penderitaan. Pemuasan satu keinginan menuntutnya untuk minta dipuaskan pada keinginan yang lain. Hal tersebut terjadi secara terus menerus hingga tidak ada kepuasan akhir. Hal inilah yang membuat Scopenhauer melihat secara pesimis hakikat kehidupan sebagai sebuah penderitaan yang tak kunjung henti. Ide tentang penderitaan juga...

Hijrah


Oleh: Jabal Ali Husin Sab*

Ketika seseorang hendak hijrah dari suatu negeri ke negeri lain, pasti ia akan mempersiapkan perjalanannya. Yang paling utama, ia akan mempersiapkan rute perjalanan mana yang ia tempuh, mempersiapkan peta atau bahkan memilih orang yang akan menjadi pemandu perjalanannya untuk sampai selamat ke tujuan.

Fenomena hijrah yang terjadi dewasa ini adalah baik, namun ibarat musafir yang tidak memiliki pemandu dalam perjalanannya, maka mereka yang hijrah bisa saja tidak sampai di negeri yang ia tuju. Sang musafir bisa saja terlunta-lunta di padang pasir.

Bisa saja ia masuk ke wilayah yang dikuasai para penyamun sehingga bisa saja membahayakan dirinya. Yang pasti tujuannya untuk sampai di negeri kedamaian dan kebahagiaan yang ia ingin tuju hanya sebatas angan-angan dan tak terwujud.

Menjadi Muslim yang lebih Baik

Apabila seorang muslim, kaum muda misalnya, dimana ia telah merasa menyia-nyiakan hidupnya dalam kesia-sian. Atau bahkan mungkin ia melanggar aturan-aturan dalam agama yang ia ketahui adalah dosa, maka timbul kesadarannya untuk menjadi muslim yang lebih baik. Maka penting baginya untuk mencari mereka yang paham tentang agama ini, yang bisa mengenalkan mereka pada Tuhannya, bisa mengajarkan ilmu agama bagi mereka agar bisa beramal shaleh melalui ibadah-ibadah dan berinteraksi sosial (muamalah) dengan baik sesuai dengan tuntunan agama.

Dalam biografi salah seorang tokoh agung Islam, Syekh Abu Madyan Al-Maghribi (asal Andalusia), ditulis oleh Syekh Abdul Halim Mahmud mantan grandsyekh Al-Azhar, Abu Madyan terpaksa hampir terlibat perkelahian dengan saudaranya karena ia menginginkan untuk berhenti menggembala kambing demi mendekatkan dirinya kepada Allah swt.

Setelah ia meninggalkan saudaranya, ia bertemu seorang sufi misterius yang sedang memancing di sebuah sungai. Sang sufi berkata: “pergilah menuntut ilmu, karena Allah tidak disembah dengan kebodohan.”

Akhirnya Abu Madyan menyeberangi Selat Gibraltar, selat yang memisahkan wilayah Andalusia, Eropa dengan daratan utara Afrika. Hingga akhirnya ia sampai ke kota Fez, Maroko. Sebuah kota yang didirkan Maula Idris, keturunan Rasulullah saw. Dari jalur Sayyidina Hasan ra. Kota tersebut adalah kota ilmu dimana hidup banyak ulama dan majelis ilmu hidup dan semarak di kota tersebut.

Abu Madyan belajar dengan beberapa orang syekh hingga ia menjadi seorang ulama besar, alim lahir dan batin. Mencapai derajat ‘Arifbillah (orang yang mengenal Allah) menjadi seorang sufi dan Waliyullah (kekasih Allah yang agung).

Kisah Abu Madyan ini seharusnya menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin hijrah dan menuntut ilmu. Menjadi seorang pemuda hijrah bukanlah sebuah aib atau sesuatu yang layak untuk dicibir. Motivasi yang kuat dengan mencontoh kisah orang shaleh dapat mengubah kita untuk memasuki fase kehidupan yang lebih baik. Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Apabila memang tidak memungkinkan kita untuk menaiki jenjang keilmuan yang tinggi dalam ilmu agama. Maka cukup bagi kita untuk mempelajari ilmu agama yang diwajibkan bagi setiap muslim (fardhu ‘ayn). Senantiasa hadiri majelis para ulama.

Kita mungkin tidak menjadi ulama tapi dengan senantiasa mengaitkan diri dengan para ulama maka akan memungkinkan kita untuk menjadi muslim yang taat dan mendekatkan diri pada keshalehan.

Kisah hijrah di jaman ini juga terjadi di Amerika Serikat, ketika beberapa orang yang saling bersahabat, mengalami kejadian yang membuat salah satu dari mereka menerima hidayah untuk masuk agama Islam. Teman-teman yang lain tak lama juga ikut masuk Islam. Mereka kemudian hijrah secara fisik ke Mauritania, negara yang berada di wilayah sub-Sahara benua Afrika. Negara Mauritania terkenal dengan suku Syinqithi yang dikenal dengan para hafidz dan ahli Alquran.

Salah satu diantara mereka adalah Syekh Hamzah Yusuf yang belajar kepada seorang ulama sufi Syekh Murabbit Al Hajj yang hidup di kampung pedalaman di gurun Sahara. Syekh Hamzah kemudian juga belajar kepada ulama besar asal Maurtania, Syekh Abdullah bin Bayyah. Salah satu ulama yang masuk dalam jajaran 100 tokoh muslin berpengaruh di dunia.

Teman yang lain, Syekh Yahya Rhodus kemudian hihrah ke Tarim, Hadramaut, Yaman. Kota Islam bersejarah yang dihuni oleh banyak keturunan Nabi Muhammad saw. Dari garis Sayyidina Husein ra. Ia belajar di Rubath Darul Musthafa di bawah asuhan Habib Umar bin Hafidz selama beberapa waktu. Keduanya kini aktif berdakwah di Amerika Serikat dan merupakan ulama yang cukup disegani di AS.

Poin penting terakhir yang mungkin penting untuk direnungi adalah bahwa hijrah bukan hanya bagi selebritis ataupun anak gaul. Apabila kita merenungi kisah Hujjatul Islam Imam Al Ghazali, maka dapat kita ambil pelajaran bahwa beliau yang pada masanya telah menjadi seorang alim yang disegani dan memiliki reputasi intelektual yang tinggi, beliau meninggalkan kegiatan mengajar dan memimpin Madrasah Nizamiyah untuk berhijrah secara fisik, beruzlah ke negeri lain (disebutkan beliau uzlah ke Damaskus).

Imam Ghazali meninggalkan jabatan dan kemasyhuran, demi mencapai hakikat keimanan yang sempurna sebagai hamba, bermujahadah nafsu, mengasah batin beliau hingga pada tahap beliau menjadi seorang sufi yang agung, kekasih Allah dan lautan ilmu yang alirannya menjadi sumber pelepas dahaga dan pencerahan bagi mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara lahir dan batin. Imam Ghazali mengajarkan bahwa ‘hijrah’ harus terus dilakukan hingga kita benar-benar sampai pada hakikat keimanan dan pengenalan kepada Allah swt.

Tulisan pernah dimuat di acehjurnal.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Book Review)

Oleh: Jabal Ali Husin Sab Karya bertajuk ' Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ' merupakan salah satu karya penting dalam kajian sejarah peradaban Melayu-Nusantara. Karya ini ditulis oleh ilmuwan terkemuka, Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang disampaikannya dalam pengukuhannya sebagai Professor Bahasa dan Kesusasteraan Melayu di Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 1974. Dalam karya ini, Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan bagaimana seharusnya penelitian dan pengkajian sejarah, khususnya terhadap sejarah dan kebudayaan dunia Melayu. Ia juga menjabarkan kekeliruan dari pendapat-pendapat ilmuwan Barat dalam menyimpulkan sejarah Melayu-Nusantara. Beliau menyampaikan bahwa sejarah seyogyanya tidak terlalu fokus pada fakta-fakta mikro yang tidak bermanfaat dalam menggambarkan proyeksi sejarah yang utuh. Kumpulan-kumpulan fakta sejarah tersebut haruslah menggambarkan pandangan alam ( worldview  atau  weltsanchauung ) dari sebuah peradaban. Dunia Melayu telah ...

Mengapa Manusia tak Bersayap?

Oleh: Jabal Ali Husin Sab Menaraputih.com Machiavelli pernah berkata bahwa pemimpin harus memiliki sifat keberanian singa dan kelicikan serigala. Perpaduan kedua sifat tersebut dianggap ideal untuk dimiliki seorang pemimpin. Ketika mengumpamakan sifat-sifat hewan untuk mengandaikan sifat ideal bagi seorang pemimpin, Machiavelli sebenarnya sedang menjelaskan tentang hakikat diri manusia, terlepas ia sadari atau tidak. Ungkapan tersebut melukiskan bahwa manusia memiliki potensi sifat-sifat kebinatangan dalam dirinya. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah: setiap jenis hewan hanya punya jenis sifat yang identik pada jenisnya; serigala memiliki sifat licik, babi identik dengan sifat tamak dan rakus, hewan-hewan predator memiliki sifat buas dan memangsa. Namun setiap hewan hanya memiliki sifatnya masing-masing. Ular tidak punya sifat singa dan singa tidak punya sifat ular. Sementara manusia mempunyai potensi untuk memiliki semua sifat-sifat yang dimiliki semua hewan. Manusia bis...

Kehendak dan Kebahagiaan

Oleh: Jabal Ali Husin Sab Bagi Arthur Schopenhauer, kehendak buta dan ketidaksadaran yang menentukan manusia, dunia dan sejarahnya. Baginya, akal budi manusia dikuasai oleh kehendak. Kehendak ibarat orang kuat yang buta mengangkat orang lumpuh yang dapat melihat. Manusia, dunia dan sejarah digerakkan oleh kehendak buta yang irasional tersebut. Kehendak yang tanpa alasan logis.kehendak irasional yang tak dapat benar-benar dipahami. Hidup manusia mengalami penderitaan karena kehendak yang menuntut untuk dipuaskan tak kunjung mendapat apa yang ia inginkan. Dan kehendak tidak punya tujuan akhir, ia senantiasa menghendaki. Akibatnya selalu ada penderitaan. Pemuasan satu keinginan menuntutnya untuk minta dipuaskan pada keinginan yang lain. Hal tersebut terjadi secara terus menerus hingga tidak ada kepuasan akhir. Hal inilah yang membuat Scopenhauer melihat secara pesimis hakikat kehidupan sebagai sebuah penderitaan yang tak kunjung henti. Ide tentang penderitaan juga...